Dimasa sekarang banyak sekali kelompok kelompok
kagetan yang sering sekali melontarkan kalimat
Bid’ah ,bahkan mengatakan ini sesat itu
bid’ah , seakan akan semua paham di luar kelompok nya itu adalah salah
tidak ada dalil dan bahkan mengatakan
sesat. Maka di sini perlu saya klarifikasi apa
Bid’ah itu sendiri
Definisi Bid’ah Menurut Bahasa
الْبِدْعَةُ هُوَ مَا ابْتَدَأَ فِعْلَهُ
Bid’ah itu adalah apa yang pertama kali dikerjakan.
(Al Muntaqa’ 1/264, Bab Ma Ja’a Fi Qiyami
Ramadhan)
أَصْلُ البِدْعَةِ مَا عَلىَ غَيْرِ مِثَالِ سَابِقٍ
“Asli Bid’ah itu apa
yang tidak ada contoh sebelumnya”. (Tanwirul Hawali, 1/137, fathul bari, 1/84)
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِذَا قَضَى
أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Allah Pencipta langit dan bumi –yang tidak ada contoh
sebelumnya-, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” lalu jadilah ia”.
(QS.Al-Baqarah, 117 dan QS.Al-An’am 101)
Al-Badi’ ( اَلْبَدِيْع ) yang memiliki dasar kata yang sama
dengan al-Bid’ah menjadi salah satu nama diantara nama-nama Allah al-Husna.
Hadits-hadits yang menyebutkan larangan melakukan
bid’ah:
·
Jabir bin Abdullah:
…فَإِنَّ
خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ
الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Sungguh sebaik- sebaik perkataan adalah Kitab Allah
dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad dan seburuk-buruk
perkara yang diada-adakan dan setiap Bid’ah itu sesat”. (HR.Muslim)
·
Irbath bin Sariyah:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَة
“…Dan hati-hatilah kalian terhadap perkara yang baru
sungguh setiap yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat”. (HR.Abu Daud,
Ibnu Majah)
·
Bilal bin Harits
إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ
أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ
ضَلَالَةٍ لَا تُرْضِي اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ
عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا
“Sesungguhnya siapa yang menghidupkan satu sunnah dari
sunnahku yang telah mati setelah aku, sungguh baginya pahala seperti yang
mengamalkannya tanpa dikurangi dari pahalanya sedikitpun, dan siapa yang
mengadakan bid’ah yang sesat tidak diridhai Allah dan rasul-Nya maka baginya
dosa setiap yang mengamalkannya tanpa dikurangi dari dosa manusia
sedikitpun”.(HR.Thurmudzi, Ibnu Majah)
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ لِصَاحِبِ بِدْعَةٍ صَوْمًا وَلَا
صَلَاةً وَلَا صَدَقَةً وَلَا حَجًّا وَلَا عُمْرَةً وَلَا جِهَادًا وَلَا صَرْفًا
وَلَا عَدْلًا يَخْرُجُ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا تَخْرُجُ الشَّعَرَةُ مِنْ
الْعَجِينِ
“Allah tidak menerima bagi pelaku bid’ah, puasa,
sholat, sedekah, haji, umrah, jihad, amalan yang sunnah dan wajib. Dia keluar
dari Agama Islam seperti keluarnya rambut dari terigu”.(HR.Ibnu Majah)
·
Ibnu Abbas:
أَبَى اللَّهُ أَنْ يَقْبَلَ عَمَلَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ
حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ
“Allah enggan untuk menerima perbuatan ahli Bid’ah
sehingga meninggalkan kebid’ahannya”. (HR.Ibnu Majah)
·
Khudzaif bin Malik at-Tsumali:
مَا أَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا رُفِعَ مِثْلُهَا
مِنْ السُّنَّةِ فَتَمَسُّكٌ بِسُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ إِحْدَاثِ بِدْعَةٍ
Tidak ada satu kaum mengadakan Bid’ah kecuali diangkat
yang sejenisnya sebuah sunnah, berpegang dengan sunnah lebih baik dari
mengadakan kebid’ahan”.(HR.al-Musnad)
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ لِصَاحِبِ بِدْعَةٍ صَوْمًا وَلَا
صَلَاةً وَلَا صَدَقَةً وَلَا حَجًّا وَلَا عُمْرَةً وَلَا جِهَادًا وَلَا صَرْفًا
وَلَا عَدْلًا يَخْرُجُ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا تَخْرُجُ الشَّعَرَةُ مِنْ
الْعَجِينِ
“Allah tidak menerima bagi pelaku bid’ah, puasa,
sholat, sedekah, haji, umrah, jihad, amalan yang sunnah dan wajib. Dia keluar
dari Agama Islam seperti keluarnya rambut dari terigu”.(HR.Ibnu Majah)
·
Ibnu Abbas:
أَبَى اللَّهُ أَنْ يَقْبَلَ عَمَلَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ
حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ
“Allah enggan untuk menerima perbuatan ahli Bid’ah
sehingga meninggalkan kebid’ahannya”. (HR.Ibnu Majah)
·
Khudzaif bin Malik at-Tsumali:
مَا أَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا رُفِعَ مِثْلُهَا
مِنْ السُّنَّةِ فَتَمَسُّكٌ بِسُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ إِحْدَاثِ بِدْعَةٍ
Tidak ada satu kaum mengadakan Bid’ah kecuali diangkat
yang sejenisnya sebuah sunnah, berpegang dengan sunnah lebih baik dari
mengadakan kebid’ahan”.(HR.al-Musnad)
·
Menurut Abdurrahman bin Abdul Qarriy berkata;
خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ
إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ
لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرَانِي لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ
لَكَانَ أَمْثَلَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ ثُمَّ خَرَجْتُ
مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ فَقَالَ
عُمَرُ نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
Aku keluar dengan Umar bin Khattab di bulan Ramadhan
ke masjid (Nabawi), saat itu manusia mendirikan sholat sendiri-sendiri dan
berkelompok, berkata Umar; demi Allah aku berpendapat jika mereka mendirikannya
dengan imam yang satu maka akan lebih baik, maka mereka dikumpulkan pada Ubay
bin Ka’ab. Kemudia aku keluar bersamanya di malam yang lain saat itu manusia
sedang mendirikan sholat dengan cara berjamah dengan imam mereka (Ubay), maka
Umar berkata : “Inilah sebaik-baiknya bid’ah…”. (Al-Muwattha’ Imam Malik, 1/340
Bab Ma Ja’a Fi Qiyami Ramadhan. Bukhari Bab Fadhlu Qiyami Ramadhan, 7/135,
begitu juga disebutkan di dalam kitab Syarah Ibnu Batthal, Bab ke 4, 7/170)
bid,ah
terbagi menjadi 3 Pendapat
1.
Menurut (ibnu
taymiyyah , syekh asaukani dan syekh ason’ani) bahwa bid’ah itu perkara baru
dan semua bid’ah tu sesat
Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
berkata:
وَمَنْ تَعَبَّدَ بِعِبَادَةِ لَيْسَتْ وَاجِبَةً وَلَا
مُسْتَحَبَّةً ؛ وَهُوَ يَعْتَقِدُهَا وَاجِبَةً أَوْ مُسْتَحَبَّةً فَهُوَ ضَالٌّ
مُبْتَدِعٌ بِدْعَةً سَيِّئَةً لَا بِدْعَةً حَسَنَةً بِاتِّفَاقِ أَئِمَّةِ
الدِّينِ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُعْبَدُ إلَّا بِمَا هُوَ وَاجِبٌ أَوْ مُسْتَحَبٌّ
“Dan barangsiapa yang beribadah, dengan peribadatan
yang tidak diwajibkan, tidak pula disunnahkan, dan dia meyakini itu adalah
wajib atau sunah, maka dia sesat dan mubtadi’ (pelaku bid’ah) dengan bid’ah
yang buruk, tidak ada bid’ah hasanah dengan kesepakatan para imam agama.
Sesungguhnya Allah tidaklah disembah kecuali dengan apa-apa yang diwajibkan dan
disunahkan.” (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, 1/38. Mawqi’
Al Islam)
2.
Menurut jumhur
Ulama (ulama mayoritas sperti : imam syafi’i ,imam maliki,imam hanafi ,imam hanbali dll) bahwa bid’ah itu terbagi dua yaitu Madz’mumah (tercela yaitu yang bertentangan
dengan syari'at) dan Bi’ah Hasanah (baik
yaitu yang tidak bertentangan dengan syari'at
Al-Imam asy-Syafi’i berkata :
الْمُحْدَثَاتُ مِنَ اْلأُمُوْرِ ضَرْبَانِ :
أَحَدُهُمَا : مَا أُحْدِثَ ِممَّا يُخَالـِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثرًا
أَوْ إِجْمَاعًا ، فهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلاَلـَةِ، وَالثَّانِيَةُ : مَا أُحْدِثَ
مِنَ الْخَيْرِ لاَ خِلاَفَ فِيْهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هذا ، وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ
غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ (رواه الحافظ البيهقيّ في كتاب " مناقب الشافعيّ(
“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara
baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang
dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang
mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua:
Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun
Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh
al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib
asy-Syafi’i, 1/469).
Dalam riwayat lain al-Imam asy-Syafi’i berkata:
اَلْبِدْعَة بِدْعَتَانِ: بِدْعَةٌ
مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ، فَمَا وَافَقَ السُّـنَّةَ فَهُوَ
مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمٌ.
“Bid’ah ada dua macam: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela.
Bid’ah yang sesuai dengan Sunnah adalah bid’ah terpuji, dan bid’ah yang
menyalahi Sunnah adalah bid’ah tercela”. (Dituturkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar
dalam Fath al-Bari 20/330).
Pembagian bid’ah
menjadi dua oleh Imam Syafi'i ini disepakati oleh para ulama setelahnya dari
seluruh kalangan ahli fikih empat madzhab, para ahli hadits, dan para ulama
dari berbagai disiplin ilmu. Di antara mereka adalah para ulama terkemuka,
seperti al-‘Izz ibn Abd as-Salam, an-Nawawi, Ibn ‘Arafah, al-Haththab
al-Maliki, Ibn ‘Abidin dan lain-lain. Dari kalangan ahli hadits di antaranya
Ibn al-'Arabi al-Maliki, Ibn al-Atsir, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafzih
as-Sakhawi, al-Hafzih as-Suyuthi dan lain-lain. Termasuk dari kalangan ahli
bahasa sendiri, seperti al-Fayyumi, al-Fairuzabadi, az-Zabidi dan lainnya.
3.
Menurut imam Asyatiby
bahwa bid’ah itu Hanya satu dolalah ya
itu yang bertentangan dengan syari'at
Namun jika ada
perkara baru dan tidak bertentangan dengan syari'at atau ada dalil syar'i maka itu bukan Bid’ah akan tetapi Syar’iyyah
Contoh Kata “Kullu”
bermakna Sebagian dalam Al’Quran :
Dalam bahasa
Arab, Kulluh berarti semua. Namun dalam penggunaan, tidak semua kullu berarti
semua tanpa kecuali. Ada banyak ayat al-Qur’an yang menggunakan kalimat “kullu”
akan tetapi tidak bermaksud semua tanpa kecuali. Di antaranya:
1)
Allah berfirman:
فَلَمَّا نَسُوْا
مَا ذُكِّرُوْا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا
فَرِحُوْا بِمَا أُوْتُوْا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُوْنَ
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang
telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan pintu-pintu dari segala
sesuatu untuk mereka, sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah
diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka
ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. al-An’am : 44)
Meskipun
Allah SWT menyatakan abwaba kulli syai’ (pintu-pintu segala sesuatu), akan
tetapi tetap ada pengecualiannya, yaitu pintu rahmat, hidayah dan ketenangan
jiwa yang tidak pernah dibukakan untuk orang-orang kafir itu. Kalimat “kulli
syai” (segala sesuatu) adalah umum, tetapi kalimat itu bermakna khusus.
2)
.Allah berfirman:
أَمَّا
السَّفِيْنَةُ لِمَسَاكِيْنَ يَعْمَلُوْنَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ
أَعِيْبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُدُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْباً
“Adapun perahu itu adalah milik orang-orang
miskin yang bekerja di laut, aku bermaksud merusak perahu itu, karena di
hadapan mereka ada seorang Raja yang mengambil semua perahu dengan paksa.” (QS.
al-Kahfi : 79)
Meskipun
Allah SWT mengunakan kalimat kulla ssafinatin (semua perahu), akan tetapi tetap
ada pengecualiannya, yaitu perahu yang bocor, karena Raja yang diceritakan
dalam ayat itu tidak merampas kapal yang bocor, bahkan Nabi Khidhir sengaja
membocorkan perahu itu agar tidak dirampas oleh Raja.
3) Allah berfirman :
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا
فَأَصْبَحُوْا لاَ يُرَى إِلاَّ مَسَاكِنُهُمْ كَذلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ
الْمُجْرِمِيْنَ
“Yang
menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, Maka jadilah mereka
tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal
mereka. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada kaum yang berdosa.” (ََQS.
Al-Ahqaf : 25)
Meskipun
Allah SWT menyatakan kulla syai’ (segala sesuatu), akan tetapi tetap ada
pengecualiannya, yaitu gunung-gunung, langit dan bumi yang tidak ikut hancur.
4)
Allah berfirman :
إِنِّيْ
وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوْتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ
عَظِيْمٌ
“Sesungguhnya
aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala
sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.” (QS. An-Naml:23).
Meskipun
Allah SWT menyatakan kulli syai’ (segala sesuatu), akan tetapi tetap ada
pengecualiannya, karena Ratu Balqis tidak diberi segala sesuatu tak terkecuali,
sebanyak apapun kekayaan Balqis tetap saja terbatas.
5)
Allah berfirman :
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ
بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي
الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ
Angin yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka
jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali tempat tinggal mereka.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. (QS al- Ahqof: 25)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa segala sesuatu (ﻛُﻞَّ ﺷَﻴْﺊٍ)”
dihancurkan oleh tiupan angin, namun ternyata rumah-rumah mereka yang tidak
berdosa tidak ikut hancur. Ini menunjukkan tidak semua kata kullu (ﻛُﻞَّ ) itu
selalu berarti “semua “
6)
Allah berfirman
:
ﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎ
ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﻛُﻞَّ ﺷَﻴْﺊٍ ﺣَﻲ
Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup
itu dari air. (QS al-Anbiya’: 30) .
Kata segala sesuatu (ﻛُﻞَّ ﺷَﻴْﺊٍ)” pada ayat ini tidak bisa diartikan “segala
sesuatu tercipta dari air,” tetapi harus diartikan “sebagian dari sesuatu ( ﺑَﻌْﺾُ
ﺷَﻴْﺊٍ ) tercipta dari air.” Terbukti ada benda-benda
lain yang diciptakan Allah bukan dari air, misalnya pada ayat:
ﻭَﺧَﻠَﻖَ
ﺍﻟْﺠَﺂﻥَّ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﺭِﺝٍ ﻣِﻦْ ﻧَﺎﺭٍ
Dan Allah menciptakan Jin dari percikan
api yang menyala (QS ar-Rohman:15)
Ayat-ayat diatas membuktikan bahwa, dalam konteks al-Qur’an, kalimat
“kullu” juga bisa berarti “semua dengan pengecualian”, sebagaimana lazimnya
dalam penggunaan bahasa Arab dan bahasa lainnya. Masihkah Ada yang menyalahkan
ulama salaf semisal asy-Syafi’i karena menafsirkan kalimat “kullu” dalam Hadits
“Kullu bid’atin” dengan metode berfikir yang jernih dan ditunjang dengan
perangkat pendukung dan dalil-dalil yang jelas.
Contoh Kata “Kullu”
bermakna Sebagian dalam al-Hadits :
1.Hadits
tentang semua mayit akan hancur dimakan bumi kecuali
tulang ekor .
كُلُّ
ابْنِ آدَمَ يَأْكُلُهُ التُّرَابُ إِلَّا عَجْبَ الذَّنَبِ مِنْهُ خُلِقَ وَفِيهِ
يُرَكَّبُ
Setiap (kebanyakan) keturunan Adam akan dimakan oleh
tanah kecuali tulang ekornya dari nya ia diciptakan dan dengannya dia akan
disusun (kembali dalam kehidupan selanjutnya)kendaraan. ( HR Muslim, an-Nasai,
Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dalam Musnadnya dan Imam Malik dalam Muwattho’nya)
Dalam hadits di atas lafadz (كل) bermakna kebanyakan
bukan setiap atau semua karena ada di antara keturunan Nabi Adam as yang tidak
dimakan oleh tanah diantaranya adalah para nabi dan rasul sesuai dengan hadits :
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ
ﺣَﺮَّﻡَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺃَﺟْﺴَﺎﺩَ ﺍﻟْﺄَﻧْﺒِﻴَﺎﺀِ
Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada bumi memakan
jasad para nabi . (HR Abu Dawud)
2.Hadits
tentang jintan hitam (الحبة السوداء) obat segala
penyakit ;
ﻋَﻦْ
ﺃَﺑِﻲْ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻧَّﻪُ ﺳَﻤِﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﺒَّﺔِ ﺍﻟﺴَّﻮْﺩَﺍﺀِ : ( ﺷِﻔَﺎﺀٌ
ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺩَﺍﺀٍ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﺴَّﺎﻡَ ) ﻗَﺎﻝَ ﺍﺑْﻦُ ﺷِﻬَﺎﺏٍ : ﻭَﺍﻟﺴَّﺎﻡُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ
Dari Abi Hurairah ra bahwasanya beliau mendengar
Rasulullah SAW bersabda : Pada habbatus sauda’ ( jintan hitam) ada obat dari
segala penyakit kecuali saam (kematian). Ibnu Syihab berkata : arti saam adalah
mati. (HR Bukhari dan Muslim)
Lafadz (كل داء)
tidak bisa diartikan segala penyakit tapi sebagian penyakit sesuai keterangan
dari Imam Ibnu Hajar ra bahwa penyakit yang disembuhkan oleh habbatus sauda’
adalah penyakit yang bersifat dingin adapun sakit yang bersifat panas tidak
bisa disembuhkan dengannya.
Imam al-Khottobi berkata : lafadz كل داء termasuk lafadz umum tapi bermakna khusus
karena tidak ada obat dari tumbuh-tumbuhanan yang sifatnya dapat menyembuhkan
semua penyakit.
Secara realita pun seperti itu, ada sebagian orang
justru tidak cocok jika berobat dengan habbatus sauda’ (jintan jitam). Maka
atas dasar inilah makna كل داء adalah
sebagian penyakit saja bisa disembuhkan oleh habbatus sauda’.
Hadits
tentang setiap mata berzina
Nabi SAW bersabda:
ﻛُﻞُّ
ﻋَﻴْﻦٍ ﺯَﺍﻧِﻴَﺔ
Setiap Mata berzina. (HR Turmudzi, Ahmad, Ibnu
Khuzaiman, Ibnu Hibban, Baihaqi, al Bazzar)
Lafadz ﻛُﻞُّ
ﻋَﻴْﻦٍ ﺯَﺍﻧِﻴَﺔ tidak
bisa di artikan setiap mata berzina karena makna dari hadits ini,seperti yang
dijelaskan Syeikh al Mubarokfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, adalah: Setiap mata
yang melihat wanita yang bukan mahrom ( ajnabiyah) dengan syahwat adalah
dihukumi berzina. Maknanya adalah hanya mata yang melihat wanita bukan mahrom
dengan syahwat yang dihukumi berzina ada pun mata yang melihat bukan atas dasar
hal tersebut tidak dihukumi zina.
Hadits lain yang menguatkan pendapat ini adalah
hadits mengenai Sahabat Jarir bin Abdillah al Bajali yang berkata:
ﺳَﺄَﻟْﺖُ
ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻋَﻦْ ﻧَﻈْﺮَﺓِ ﺍﻟْﻔَﺠْﺄَﺓِ، ﻓَﺄَﻣَﺮَﻧِﻲْ ﺃَﻥْ ﺃَﺻْﺮِﻑَ ﺑَﺼَﺮِﻱْ
“Aku bertanya
kepada Rasulullah SAW dari pandangan tiba-tiba (tidak sengaja). Maka beliau
memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.” (HR Muslim)
Al-Imam Nawawi berkata: ”Makna pandangan
tiba-tiba (tidak sengaja) adalah pandangan kepada wanita asing/bukan mahram
(ajnabiyyah ) tanpa sengaja, tidak ada dosa baginya pada awal pandangan, dan
wajib untuk memalingkannya pada saat itu juga.”
Dari keterangan di atas dapat kita fahami bahwa
tidak setiap mata dihukumi berzina. Mata yang melihat tidak sengaja belum
dihukumi berzina jika langsung dipalingkan pandangannya dari hal yang dilarang.
Dari semua contoh hadits dan ayat di atas
disimpulkan bahwa kullu tidak harus bermakna semua ada juga yang bermakna
sebagian. Siapa yang beranggapan kullu hanya bermakna semua sungguh telah
mengada-ngada.
Jadi kata kullu bidah dholalah dapat diartikan
‘sebagian bid`ah adalah sesat’. Artinya ada sebagian bidah yang baik. Inilah
yang diisyaratkan oleh Imam Syafii dalam ucapannya:
اَلْمُحْدَثَاتُ مِنَ اْلأُمُوْرِ ضَرْبَانِ،
أَحَدُهُمَا مَا أُحْدِثَ مِمَّا يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثَرًا
أَوْ إِجْمَاعًا فَهَذِهِ اْلبِدْعَةُ الضَّلاَلَةُ وَالثَّانِي مَا أُحْدِثَ مِنَ
اْلخَيْرِ لاَ خِلاَفَ فِيْهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هَذَا، وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ
مَذْمُوْمَةٍ،… ]البيهقي بإسناده في مناقب الشافعي [
”Hal baru terbagi menjadi dua, pertama apa yang
bertentangan dengan Al- Quran, Sunah, atsar, dan ijma, maka inilah bid`ah
dholalah. Yang kedua adalah hal baru dari kebaikan yang tidak bertentangan
dengan salah satu dari yang telah disebut, maka tidak ada khilaf bagi seorang
pun mengenainya bahwa hal baru ini tidak tercela….(al Baihaqi dalam Manaqib As
Syafii)
Perbuatan Baru di jaman Rasulullal yang di
lakukan sahabat
Para ulama hadits menuliskan beberapa riwayat yang
menyebutkan perbuatan sahabat yang tidak pernah dilakukan oleh Rasul, seperti:
A.Menambah
do’a setelah ruku’,dari riwayat Rifa’ah bin Rafi az-Zuragi:
كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ قَالَ أَنَا قَالَ رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ
Dari Rifa’ah
bin Rafi az-Zuraqi, pada suatu hari aku sholat di belakang Rasul, ketika
berdiri I’tidal mengucapkan Sami’allahu liman Hamidah. Salah seorang makmum
menyusul ucapan beliau dengan berdo’a; “Rabbana…”,selesai sholat Rasul
bersabda: Siapa tadi yang berdo’a ? Orang yang bersangkutan menjawab; Saya.
Rasul bersabda: “Aku melihat lebih dari tiga puluh malaikat berpacu ingin
mencatat do’a itu lebih dulu”. (HR.Bukhari)
B. Menambah Surat dalam sholat, dari riwayat Aisyah dan Anas bin Malik:
انَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ بِهِ افْتَتَحَ بِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ثُمَّ يَقْرَأُ سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِأُخْرَىفَقَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَفَقَالَ يَا فُلَانُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّهَا فَقَالَ حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ
Seorang Imam
di masjid Quba yang saat menjadi imam selalu membaca surat al-Ikhlas kemudian
membaca surat yang lain dia melakukan itu setiap raka’atnya, lalu para
sahabatnya menegur akan perbuatannya tersebut, imam menjawab: Aku tidak akan meninggalkannya, jika kalian suka yang
demikian maka saya tetap menjadi imam dan jika kalian tidak suka maka carilah
imam lainnya. Mereka melihat orang itu adalah yang terbaik dan mereka tidak
menginginkan orang lain. Setelah diadukan kepada Nabi, beliau bertanya kepada
sang imam: Mengapa engkau tidak menuruti apa yang dikatakan oleh para sahabatmu
dan mengapa engkau selalu membaca surat itu di setiap raka’at ?, Imam menjawab:
Karena aku mencintainya. Maka Rasul bersabda: “Cintamu kepadanya menyebabkan
kamu masuk ke dalam surga”.(HR.Bukhari)
C.Ruqyah dengan menggunakan air, dari riwayat Ibnu Abbas
أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرُّوا بِمَاءٍ فِيهِمْ لَدِيغٌ أَوْ سَلِيمٌ فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَاءِ فَقَالَ هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ إِنَّ فِي الْمَاءِ رَجُلا لَدِيغًا أَوْ سَلِيمًا فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ عَلَى شَاءٍ فَبَرَأَ فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ فَكَرِهُوا ذَلِكَ وَقَالُوا أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ
Sebagian
sahabat mengobati kepala suku dengan membacakan surat al-Fatehah.
(HR.Al-Bukhari. Hadits yang serupa dengan Tur mudzi dan Nasa’in ini juga
disebutkan dalam Abu Daud, T)
D.Berdo’a, riwayat dari Hantholah bin Ali:
دخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَدْ قَضَى صَلَاتَهُ وَهُوَ يَتَشَهَّدُ وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ يَا أَللَّهُ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ أَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوبِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ قَالَ فَقَالَ قَدْ غُفِرَ لَهُ قَدْ غُفِرَ لَهُ ثَلَاثًا
Rasul ketika
masuk ke masjid, ada seseorang yang usai mendirikan sholat membaca do’a:”….”,
Rasul bersabda “Sungguh telah diampuni dosa baginya” ucapan ini diulang
sebanyak tiga kali. (HR.Abu Daud)
·
Meruqyah
dengan al-Fatehah, dari paman Kharijah bin as-Shalt;
Suatu hari
paman Kharijah pernah melihat banyak orang sedang berkumpul dan di
tengah-tengah mereka ada orang gila dalam keadaan terikat dengan rantai besi,
kepada paman Kharijah mereka berkata; “anda tampaknya datang membawa kebajikan
dari orang itu (maksudnya Nabi Muhammad) tolong sembuhkan orang ini !,
paman Kharijah membaca al-Fatehah dan ternyata orang itu sembuh. (HR.Abu Daud,
Thurmudzi dan nasa’i)
·
Membacakan
ayat di telinga orang yang pingsan, Ibnu Mas’ud berkata:
Aku pernah membacakan ayat di telinga orang yang
sedang pingsan dan dia langsung sadar. Saat Rasul mendengar kejadian itu,
beliau bertanya kepadaku; Wahai Ibnu Mas’ud, apa yang engkau bacakan di telinga
orang itu ?, aku bacakan firman Allah;
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لاَ تُرْجَعُونَ
“Apakah
engkau mengira bahwa kami menciptakan
kalian dengan sia-sia dan sungguh kalian tidak dikembalaikan kepada kami”.
(QS.Al-Mukminun, 115)
Mendengar jawaban ini, Rasul bersabda;
لَوْ أنَّ رَجُلاً مُؤْمِنًا قَرَأَ بِهَا عَلىَ جَبَلٍ لَزَالَ
“ٍSeandainya
ada seseorang yang beriman membacakan ayat itu di atas sebuah gunung niscaya
akan lenyaplah gunung itu”.
E.Berdo’a dengan Asmaul Husna, Dari Abdullah bin Buraidah;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ أَنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ فَقَالَ لَقَدْ سَأَلْتَ اللَّهَ بِالِاسْمِ الَّذِي إِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى وَإِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ
Sesungguhnya Rasul mendengar
seseorang yang membaca do’a:
Ya Allah, aku mohon kepada-Mu, sungguh aku bersaksi bahwa Engkau adalah Allah yang tidak
ada Tuhan kecuali Kamu, tempat bergantung yang Maha Esa tidak Beranak dan tidak
pula Diberanakkan serta tidak ada sekutu bagi-Nya.
Rasul bersabda: Sungguh engkau
telah meminta kepada Allah dengan menyebut nama-Nya, jika engkau meminta
dengannya akan dikabulkan. (HR.Abu Daud)
Perbuatan
Baru Yang Dilakukan Setelah Wafatnya Rasul;
·
Pembukuan
al-Qur’an
·
Memberikan
titik dan Syakal
·
Shalat
teraweh berjama’ah
·
Mengatur Juz
dan meletakkan tanda-tanda untuk bersujud
·
Memberian No
ayat
·
Memberikan
tanda wakaf Jaiz …
·
Memberikan
hukum tajwid..
·
Membukukan
Hadits-hadits Nabi Muhammad
Adapun perbuatan baru atau kebiasaan
(amalan) baru yang di lakukan di Wahabi
- · Aqidah menetapkan Allah SWT. seperti manusia; punya tangan, mata, telinga,jari, duduk diatas kursi/tahta, dll. (bid’ah inilah yang paling fatal dilakukan oleh Wahabi. Alasan inilah kenapa kita harus benar-benar menolaknya).
- · Penggunaan kalender Hijriyah
- · Mengharamkan Maulid Nabi namun menghalalkan maulid Saudi Wahabi dan maulid organisasi.
- · Penggunaan/pembukuan mushaf Al-Qur’an.
- · Pembukuan Hadist.
- · Pelaksanaan shalat Tarawih berjamaah. .
- · Penetapan awal Ramadhan dan Syawal menggunakan hisab.
- · Bid’ah yang lainnya silahkan tunggu hingga penulis memiliki kesempatan untuk segera menampilkannya.
- · Jika datang bulan Ramadhan, orang Suadi Arabia mengadakan Shalat Tahajjud berjamaah sebulan, dengan memilih waktu khusus di bulan Ramadhan (dari awal hingga akhir bulan Ramadhan) seperti yang dilakukan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah
- · mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal
- · sering mengadkan pesta berlebihan ketika ada acara tertentu dengan menembakan senapan ke udara dan pamer kekayaan
- · Ruqiyyah Masal
- · dan masih banyak lagi
Riwayat dan perbuatan di atas merupakan sebagian kecil
dari contoh yang terjadi sekarang ini , bahwa tidak semua yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasul merupakan
hal yang sesat bila masih sejalan dengan syariat Islam.
Demikian saudara
ku, Ketika kita guru dan berpendapat menurut guru, maka bersyukurlah karena kita berguru pada Imam-imam besar
seperti asy-Syafi’i sang perintis madzhab, an-Nawawi sangahli Hadits penulis
Syarah Shahih Muslim, al-Ghazali sang Hujjah penulis IhyaUlumiddin, al-Baihaqi
sang ahli dan perawi Hadits, as-Suyuthi sang pakarberbagai disipliln Ilmu
Islam, al-Asqalani sang ahli Hadits penulis SyarahShahih al-Bukhari,
al-Qurthubi sang pakar dan penulis kitab Tafsir,al-Qusthallani sang ahli Hadits
penuli Syarah Shahih al-Bukhari dan sebagainya.
Jika para
guru kita itu dianggap sesat. Lalu siapa ulama ualama yang bisa dibanggakan oleh umat Islam. Mereka
yang di anggap sesat itu telah mengharumkan nama Islam dengan pemikiran dan karya-karya
mereka. Coba kita tanyakan pada hati kita, seandainya kita harus memilih, siapa
yang sebaiknya tidak pernah hidup di dunia ini, apakah asy-Syafi’i dan
sebagainya atau ulama abad ini yang menganggap asy-Syafi’isesat? Apa yang kita
miliki kalau kita mencoret nama-nama
mereka dan membuangkarya-karya mereka dari rak buku kita. Apa yang tersisa dari
khazanah keilmuan Islam kalau kita membuang kitab-kitab asy-Syafi’i, Syarah
Shahih Muslim(an-Nawawi) kitab Ihya’ Ulumiddin, Fathul Bari, Irsyadussari, Syarah
Muwattha’(az-Zarqani), Syarhul-Misykah dan sebagainya. Kalau mereka dianggap
sesat dan karya-karya mereka dicekal, maka yang tersisa dari kekayaan umat
Islam ilmu ulama pencaci maki dan buku-buku yang dipenuhi dengan kedengkian ulama
salaf.”
Syekh
Abdurrahman bin Mahdi berkata:“Seorang ulama tidaklah bisa disebut Imam
(rujukan) dalam sebuah disiplin ilmu,apabila ia masih mengikuti pendapat yang
ganjil (menyalahi pendapat yang lebihmasyhur di kalangan Imam-imam besar).”