Dengan semakin jauhnya zaman kita saat ini dengan
zamannya baginda Nabi Muhammad Shollallaah ‘alaih wa sallam dan para sahabat,
dan juga seiring dengan perkembangan dinamika masyarakat, maka dewasa ini
sering kita lihat peselisihan di antara kaum muslimin sendiri. Terhadap
permasalahan ini, Baginda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam sudah
memberikan pedoman bagi kita agar mengikuti as-sawaad al-a’zhom (jama’ah kaum
muslimin yang terbanyak), karena kesepakatan mereka (as-sawaad al-a’zhom)
mendekati ijma’, sehingga kemungkinan keliru sangatlah kecil.
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺍﻟﺪﻣﺸﻘﻲ . ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﻟﻮﻟﻴﺪ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ
. ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﻌﺎﺫ ﺑﻦ ﺭﻓﺎﻋﺔ ﺍﻟﺴﻼﻣﻲ . ﺣﺪﺛﻨﻲ ﺃﺑﻮ ﺧﻠﻒ ﺍﻷﻋﻤﻰ ﻗﺎﻝ ﺳﻤﻌﺖ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻳﻘﻮﻝ ﺳﻤﻌﺖ
ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ : ﻳﻘﻮﻝ ﺇﻥ ﺃﻣﺘﻲ ﻻ ﺗﺠﺘﻤﻊ ﻋﻠﻰ
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada
kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka
ikutilah kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham).”
(HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al
Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini
adalah hadits Shohih)
al-Imam as-Suyuthi rahimahullaah menafsirkan kata
As-sawadul A’zhom sebagai sekelompok (jamaah) manusia yang terbanyak, yang
bersatu dalam satu titian manhaj yang lurus. (Lihat:
Syarah Sunan Ibnu Majah: 1/283).
Menurut al-Hafidz al-Muhaddits Imam Suyuthi,
As-Sawad Al-A’zhom merupakan mayoritas umat Islam.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Atsqolani menukil perkataan
Imam Ath-Thabari mengenai makna kata “jamaah” dalam hadits Bukhari yang berbunyi,
“Hendaknya kalian bersama jamaah”, beliau berkata, “Jamaah adalah As-Sawad
Al-A’zhom.” (Lihat Fathul Bari juz 13 hal. 37)
Ibnu Hajar al-Atsqolani pun memaknai “Jama’ah”
sebagai As-Sawad Al-A’zhom (mayoritas umat Islam).
Hadits di atas juga senada dengan hadits yang
masyhur dan shohih berikut ini
ﺍﺧﺘﻠﻔﺖ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻋﻠﻰ ﺇﺣﺪﻯ ﻭﺳﺒﻌﻴﻦ ﻓﺮﻗﺔ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭﻭﺍﺣﺪﺓ
ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻭﺍﺧﺘﻠﻔﺖ ﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ﻋﻠﻰ ﺍﺛﻨﺘﻴﻦ ﻭﺳﺒﻌﻴﻦ ﻓﺮﻗﺔ ﺇﺣﺪﻯ ﻭﺳﺒﻌﻮﻥ ﻓﺮﻗﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭﻭﺍﺣﺪﺓ
ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻭﺗﺨﺘﻠﻒ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻣﺔ ﻋﻠﻰ ﺛﻼﺙ ﻭﺳﺒﻌﻴﻦ ﻓﺮﻗﺔ ﺍﺛﻨﺘﺎﻥ ﻭﺳﺒﻌﻮﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭﻭﺍﺣﺪﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺔ
ﻓﻘﻠﻨﺎ : ﺍﻧﻌﺘﻬﻢ ﻟﻨﺎ ﻗﺎﻝ : ﺍﻟﺴﻮﺍﺩ ﺍﻷﻋﻈﻢ
“Umat Yahudi terpecah menjadi 71 firqoh, 70 firqoh
di neraka dan 1 firqoh di surga. Umat Nashoro terpecah menjadi 72 firqoh , 71
firqoh di neraka dan 1 firqoh di surga. Umat ini akan terpecah menjadi 73
firqoh, 72 firqoh di neraka dan 1 firqoh di surga.”
Kami (para sahabat) bertanya, “Tunjukkan sifatnya
untuk kami.” Beliau menjawab, “As-Sawad Al-A’zhom.”
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir juz 8
hal. 273 nomor 8.051.
Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dan At-Tirmidzi secara ringkas. Juga diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan
rijalnya tsiqoh.” (Majma’ Az-Zawaid juz 6 hal. 350 nomor 10.436)
Begitu juga senada dengan hadits shohih berikut ini
ﻻ ﻳﺠﻤﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻣﺮ ﺃﻣﺘﻰ ﻋﻠﻰ ﺿﻼﻟﺔ ﺃﺑﺪﺍ ﺍﺗﺒﻌﻮﺍ ﺍﻟﺴﻮﺍﺩ ﺍﻷﻋﻈﻢ
ﻳﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺷﺬ ﺷﺬ ﻓﻰ ﺍﻟﻨﺎﺭ
“Allah tidak akan membiarkan ummatku dalam kesesatan
selamanya. Ikutilah As-Sawad Al-A’zhom. Tangan (rahmah dan perlindungan) Allah
bersama jamaah. Barangsiapa menyendiri/menyempal, ia akan menyendiri/menyempal
di dalam neraka.”
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Ibnu Abbas juz 1
hal. 202 nomor 398 dan dari Ibnu Umar juz 1 hal. 199 nomor 391 (Jami’ul
Ahadits: 17.515)
Selanjutnya perhatikan juga hadits shohih berikut
ini:
ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺃﻣﺎﻣﺔ ﺍﻟﺒﺎﻫﻠﻲ : ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺑﺎﻟﺴﻮﺍﺩ ﺍﻷﻋﻈﻢ
ﺭﻭﺍﻩ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺍﻟﺒﺰﺍﺭ ﻭﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻲ ﻭﺭﺟﺎﻟﻬﻤﺎ ﺛﻘﺎﺕ
Abu Umamah Al-Bahili berkata, “Hendaknya kalian
bersama As-Sawad Al-A’zhom. (golongan mayoritas umat Islam)”. Diriwayatkan oleh
Abdullah bin Ahmad dan Al-Bazzar dan Ath-Thabrani, rijal mereka berdua tsiqoh.
(Lihat Majma’uz Zawaid nomor 9.097)
Demikianlah nasehat Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa
sallam kepada kita, agar kita mengikuti mayoritas umat Islam dan jangan
menyendiri/menyempal, karena ancamannya neraka. Rasulullah Shollallaah ‘alaih
wa sallam telah menjamin bahwa mayoritas umat Islam tidak mungkin berada dalam
kesesatan, sebagai umat Islam sudah pasti kita wajib iman/percaya dan tidak ada
keragu-raguan setitikpun pada beliau.
Semoga kita semua tergolong dalam kelompok As-Sawad
Al-A’zhom (mayoritas umat Islam) yaitu kaum ahlussunnah wal jama’ah yang selalu
berpedoman kepada Al-Qur’an, al-Hadits, al-Ijma’ wa al-Qiyas, yang kemudian
pengamalan syari’atnya/fiqhnya berdasarkan salah satu dari 4 madzhab (Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hanbali), aqidahnya berdasarkan faham
Asy’ariyah-Maturidiyah, dan ihsannya mengikuti Syekh Imam Abu Qosim Al-Junaidi
Al-Baghdadi
mengikuti tauhid yang diikuti oleh mayoritas umat
Islam Asy’ariyah dan Maturidiyah. Kelompok mayoritas lah yang lebih layak
menyandang nama Ahlussunnah Wal-Jamaah.
Dalam sekian banyak hadits, umat Islam diwajibkan
mengikuti golongan al-jama’ah. Kata al-jama'ah dalam hadits-hadits tersebut
mengacu pada arti al-sawad al-a'zham (mayoritas umat Islam), dengan artian
bahwa Ahlussunnah Wal-Jama'ah adalah aliran yang diikuti oleh mayoritas umat
Islam. Pengertian ini, sesuai dengan dua hal.
Pertama; makna jama’ah secara kebahasaan, yaitu
sekumpulan apa saja dan jumlahnya banyak (‘adadu kulli syay’in wa katsratuhu).
(Lihat: Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, juz 8, hal. 53; dan al-Zabidi, Taj
al-‘Arus min Jawahir al-Qamus, juz 1, hal. 5167.).
ﺿﻼﻟﺔ . ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺃﻳﺘﻢ ﺍﺧﺘﻼﻓﺎ ﻓﻌﻠﻴﻜﻢ ﺑﺎﻟﺴﻮﺍﺩ ﺍﻷﻋﻈﻢ
Kedua; hadits-hadits shahih mewajibkan umat Islam
mengikuti golongan mayoritas. Hadits-hadits tersebut antara lain:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه يَقُولُ، سَمِعْتُ
رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّ أُمَّتِيْ لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ،
فَإِذَا رَأَيْتُمْ اِخْتِلاَفًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ. (حَدِيْثٌ
صَحِيْحٌ بِطُرُقِهِ).
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, berkata:
"Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena
itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok
mayoritas."
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Majah (3950), Abd
bin Humaid dalam al-Musnad (1220), al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin
(2069), al-Lalaka'i dalam Syarh Ushul I'tiqad Ahl al-Sunnah (153) dan Abu
Nu'aim dalam Hilyat al-Auliya' (9/238). Al-Hafizh al-Suyuthi menilai hadits ini
shahih dalam al-Jami' al-Shaghir (1/88). Demikian pula Syaikh Syu'aib
al-Arna'uth juga menilai hadits tersebut kuat dan dapat dijadikan hujjah
berdasarkan syawahid-nya dalam tahqiq Siyar A'lam al-Nubala' (12/196-197).
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم: لاَ يَجْمَعُ اللهُ أُمَّتِيْ عَلىَ ضَلاَلَةٍ أَبَدًا،
وَيَدُ اللهِ عَلىَ الْجَمَاعَةِ هَكَذَا، فَاتَّبِعُوا السَّوَادَ اْلأَعْظَمَ، فَإِنَّهُ
مَنْ شَذَّ شَذَّ فِي النَّارِ. (حَدِيْثٌ حَسَنٌ).
“Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah tidak akan mengumpulkan umatku
atas kesesatan selamanya. Pertolo-ngan Allah selalu atas golongan terbanyak.
Ikutilah golongan terbesar, karena orang yang mengucilkan diri (dari golongan
terbanyak), berarti mengucilkan dirinya ke neraka.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Hakim,
al-Mustadrak (1/115); Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliya’ (3/37); dan al-Thabarani,
al-Mu’jam al-Kabir, (12/447). Hadits ini bernilai hasan. Lihat, al-Hafizh
al-Haitsami, Majma’ al-Zawaid (5/218).
رَأَى أَبُوْ غَالِبٍ أَبَا أُمَامَةَ يَقُوْلُ فِي الْخَوَارِجِ
كِلاَبُ جَهَنَّمَ شَرُّ قَتْلىَ تَحْتَ ظِلِّ السَّمَاءِ قَالَ قُلْتُ هُمْ هَؤُلاَءِ
يَا اَبَا اُمَامَةَ، قَالَ نَعَمْ، قُلْتُ مِنْ قِبَلِكَ تَقُوْلُ أَوْ شَيْءٌ سَمِعْتَهُ
مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ اِنِّىْ إِذًا لَجَرِيْءٌ بَلْ سَمِعْتُهُ
لاَمَرَّةً وَلاَ مَرَّتَيْنِ حَتَّى عَدَّ سَبْعًا ثُمَّ قَالَ اِنَّ بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ
تَفَرَّقُوْا عَلىَ اِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاِنَّ هَذِهَ اْلاُمَّةَ تَزِيْدُ
عَلَيْهِمْ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ اِلاَّ السَّوَادَ اْلاَعْظَمَ.
“Abu Ghalib melihat sahabat Abu Umamah berkata
tentang orang-orang Khawarij yang terbunuh: “Mereka itu anjing-anjing neraka
Jahanam, seburuk-buruk mayat di bawah langit”. Abu Ghalib berkata: “Apakah
mereka orang-orang Khawarij itu maksud Anda wahai Abu Umamah?” Ia menjawab:
“Ya”. Aku berkata: “Ini pendapat Anda pribadi atau Anda mendengarnya dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ia menjawab: “Kalau ini pendapatku,
berarti aku benar-benar berani. Tetapi ini aku mendengarnya dari Rasululah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sekali, dua kali, bahkan sampai tujuh
kali”. Kemudian Abu Umamah berkata: “Sesungguhnya Bani Israil bercerai-berai
menjadi tujuh puluh satu aliran. Dan sesungguhnya umat ini akan melebihi satu
aliran dari mereka, semuanya akan masuk ke neraka kecuali golongan mayoritas”.
(HR. al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra (8/188).
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم:ثَلاَثٌ لاَ يَغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ الْمُؤْمِنِ: إِخْلاَصُ
الْعَمَلِ، وَالنَّصِيْحَةُ لِوَلِيِّ اْلأَمْرِ، وَلُزُوْمُ الْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ
دَعْوَتَهُمْ تَكُوْنُ مِنْ وَرَائِهِمْ.
“Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Tiga perkara yang dapat
membersihkan hati seorang mukmin dari sifat dendam dan kejelekan, yaitu tulus
dalam beramal, berbuat baik kepada penguasa, dan selalu mengikuti kebanyakan
kaum Muslimin, karena doa mereka akan selalu mengikutinya." (HR.
al-Tirmidzi (2582), Ahmad (12871) dan al-Hakim (1/88) yang menilainya shahih
sesuai persyaratan al-Bukhari dan Muslim.)
Hadits-hadits di atas menyampaikan pesan yang sangat
penting, bahwa ketika perpecahan dan perselisihan antar umat Islam, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya agar mengikuti al-sawad
al-a’zham (golongan mayoritas), karena al-sawad al-a’zham ini yang akan menjadi
satu-satunya al-firqah al-najiyah (golongan yang selamat). Sedangkan
kelompok-kelompok minoritas akan menjadi al-firaq al-halikah (golongan-golongan
yang celaka). Dalam konteks ini, al-Imam Abdul Ghani al-Mujaddidi al-Dahlawi al-Hanafi
(1235-1296 H/1820-1879 M), seorang ulama fiqih dan pakar hadits berkebangsaan
India, ketika mengomentari hadits al-sawad al-a’zham tersebut berkata:
قَوْلُهُ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ أَيْ جُمْلَةِ
النَّاسِ وَمُعْظَمِهِمْ الَّذِيْنَ يَجْتَمِعُوْنَ عَلىَ طَاعَةِ السُّلْطَانِ وَسُلُوْكِ
النَّهْجِ الْمُسْتَقِيْمِ كَذَا فِي الْمَجْمَعِ فَهَذَا الْحَدِيْثُ مِعْيَارٌ عَظِيْمٌ
لأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ شَكَرَ اللهُ سَعْيَهُمْ فَاِنَّهُمْ هُمُ السَّوَادُ
اْلأَعْظَمُ وَذَلِكَ لاَ يَحْتَاجُ اِلىَ بُرْهَانٍ، فَإِنَّكَ لَوْ نَظَرْتَ اِلىَ
أَهْلِ اْلأَهْوَاءِ بِأَجْمَعِهِمْ مَعَ اَنَّهُمْ اِثْنَانِ وَسَبْعُوْنَ فِرْقَةً
لاَ يَبْلُغُ عَدَدُهُمْ عُشُرَ أَهْلِ السُّنَّةِ.
“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ikutilah
al-sawad al-a’zham”, maksudnya kebanyakan dan mayoritas manusia yang menjaga
kebersamaan dengan mentaati penguasa dan mengikuti jalan yang lurus. Demikian
keterangan dalam kitab al-Majma’. Hadits ini merupakan barometer yang agung
bagi Ahlussunnah Wal-Jama’ah, semoga Allah membalas usaha mereka. Karena
merekalah golongan mayoritas. Hal tersebut tidak butuh pada pembuktian. Karena
apabila kamu melihat ahlul ahwa’ seluruhnya, meskipun mereka tujuh puluh dua
aliran, jumlah mereka tidak sampai sepuluh persen dari golongan Ahlussunnah”.
(Abdul Ghani al-Mujaddidi al-Dahlawi, Injah al-Hajah Syarh Sunan Ibn Majah, juz
2, hal. 1437.)
Paparan di atas memberikan kesimpulan bahwa golongan
yang selamat adalah golongan mayoritas. Pengertian ini sesuai dengan madzhab
al-Asy'ari dan al-Maturidi, karena dalam realita yang ada, madzhab tersebut
diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin di dunia, dari dulu hingga kini. Di
samping itu, hadits tersebut juga menunjukkan terhadap arti keharusan mengikuti
madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi, karena mengikutinya berarti mengikuti
mayoritas kaum Muslimin. Dan keluar dari madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi,
berarti keluar dari mayoritas kaum Muslimin.
Di sisi lain, sebagian ulama ada yang berpendapat
bahwa maksud al-sawad al-a'zham dalam hadits tersebut adalah mayoritas ulama
yang memiliki ilmu yang mendalam dan pendapatnya dapat diikuti (mu'tabar).
Pendapat ini diriwayatkan dari beberapa ulama salaf seperti Abdullah bin
al-Mubarak, Ishaq bin Rahawaih dan lain-lain. Pendapat ini tidak jauh berbeda
dengan pendapat pertama, dan sesuai dengan madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi,
karena berdasarkan kesepakatan para pakar, madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi
diikuti oleh mayoritas ulama dari kalangan ahli fiqih, ahli hadits, ahli
tafsir, ahli tashawuf dan lain-lain. Realita bahwa mayoritas ulama terkemuka
mengikuti madzhab al-Asy'ari juga diakui oleh Syaikh Abdurrahman bin Shalih
al-Mahmud –ulama Salafi-Wahabi kontemporer-, yang mengatakan:
“Di antara sebab tersebarnya madzhab al-Asy'ari
ialah, bahwa mayoritas ulama berpegangan dengan madzhab tersebut dan menjadi
pembelanya, lebih-lebih para fuqaha madzhab Syafi'i dan Maliki... Tokoh-tokoh
yang mengadopsi madzhab al-Asy'ari antara lain adalah al-Baqillani, Ibn Furak,
al-Baihaqi, al-Asfarayini, al-Syirazi, al-Juwaini, al-Qusyairi, al-Baghdadi,
al-Ghazali, al-Razi, al-Amidi, al-'Izz bin Abdissalam, Badruddin bin Jama'ah,
al-Subki dan masih banyak ulama-ulama yang lain. Mereka bukan sekedar pengikut
madzhab al-Asy'ari saja, tetapi mereka juga penulis dan pengajak kepada madzhab
ini. Oleh karena itu mereka menyusun banyak karangan dan menggembleng
murid-murid yang begitu banyak.” (Abdurrahman bin Shalih al-Mahmud, Mauqif Ibn
Taimiyah min al-Asya'irah, hlm. 502. Pernyataan senada juga dikemukakan oleh
Safar al-Hawali –ulama radikal Salafi-Wahabi juga-, dalam bukunya Naqd Manhaj
al-Asya'irah fi al-'Aqidah, hlm. 7.).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar