Jidat
Hitam
Jidat
hitam bukan tanda kesalehan seseorang
Kita sering melihat seorang muslim yang memiliki tanda hitam di dahinya , kita pun bertanya-tanya benarkah tanda hitam di jidat seorang muslim adalah tanda kesholehan yang diberikan oleh allah swt?
Kita sering melihat seorang muslim yang memiliki tanda hitam di dahinya , kita pun bertanya-tanya benarkah tanda hitam di jidat seorang muslim adalah tanda kesholehan yang diberikan oleh allah swt?
Di
sebagian masyarakat berpendapat dan yang mengaitkan antara kesholehan seseorang
dengan tanda hitam di kening/dahi. sperti dalam Video berikut ini klik
Di
antara Dalil yang biasa digunakan kelompok yang selalu memamerkan keimanan
mereka lewat jidat hitamnya selalu mengutip ayat berikut ini:
مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ
فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ
فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى
سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ
الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
artinya :
Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat
mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil (QS. Al-Fath: 29).
Banyak
orang yang salah paham dengan maksud ayat ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang
hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan ‘tanda-tanda mereka tampak
pada muka mereka dari bekas sujud’.
Jika
kita membaca dengan benar isi ayat di atas justru menerangkan bahwa tanda
kesholehan seseorang itu ada di wajahnya bukan di jidatnya. allah swt tidak
menjelaskan lewat ayat di atas bahwa tanda kesholehan seseorang ada di jidatnya
dengan tanda hitam bahkan tidak ada satu tafsir Al Quran pun mengatakan bahwa مِنْ أَثَرِ السُّجُود Adalah Tanda Hitam di Dahi
Berikut
ini saya tampilkan beberapa penafsiran para ulama islam terdahulu mengenai
tanda hitam pada jidat seorang muslim :
1. Ibnu
abbas tidak mengartikan JIDAT HITAM adalah bekas sujud.
Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhu serta Al-Hasan dan juga Az-Zuhri. Mereka mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan bekas itu adalah warna putih bersinar yang nanti
memancar di hari kiamat, bagi siapa yang saat di dunia ini banyak melakukan
shalat. Jika yang dimaksud dengan tanda hitam itu adalah tanda hitam di kening
maka tanda tersebut pasti akan hilang setelah tubuh dikubur.
Diriwayatkan
oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan
dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik"
Diriwayatkan
oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah
kekhusyuan.
Juga
diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata,
“Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).
2. Ibnu
Umar tidak mengartikan JIDAT HITAM adalah bekas sujud
Dari
Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang
tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”.
“Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas
sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya,
“Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat
dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas
tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)
Dari
Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud.
Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu
terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi
dalam Sunan Kubro no 3699).
Allah
berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ
لَكَ بِهِ عِلْمٌ
“janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya” (al-Isra: 36)
Dan ancaman bagi orang yang menafsirkan Al Quran dengan Akal nya ancaman sangat berat seperti yang di sabdakan Nabi.SAW berikut dan para sahabat,r.a
Dalam hadits
disebutkan,
وَمَنْ قَالَ فِى
الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa
berkata tentang Al Qur’an dengan logikanya (semata), maka silakan ia mengambil
tempat duduknya di neraka” (HR. Tirmidzi no. 2951. Tirmidzi mengatakan bahwa
hadits ini hasan)
Masruq
berkata,
اتقوا التفسير، فإنما هو
الرواية عن الله
“Hati-hati
dalam menafsirkan (ayat Al Qur’an) karena tafsir adalah riwayat dari Allah.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 16. Disebutkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil
dengan sanad yang shahih)
Asy
Sya’bi mengatakan,
والله ما من آية إلا وقد
سألت عنها، ولكنها الرواية عن الله عز وجل
“Demi
Allah, tidaklah satu pun melainkan telah kutanyakan, namun (berhati-hatilah
dalam menafsirkan ayat Al Qur’an), karena ayat tersebut adalah riwayat dari
Allah.” (Idem. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, sanadnya shahih).
Ibrahim
An Nakho’i berkata,
كان أصحابنا يتقون التفسير
ويهابونه
“Para
sahabat kami begitu takut ketika menafsirkan suatu ayat, kami ditakut-takuti ketika
menafsirkan.” (Diriwayatkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil, Ibnu Abi Syaibah
dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, sanadnya shahih).
Maka Selaku awam lebih baik bertanya pada pakar nya yaitu ulama yang memehami ilmu tafsir dan bersanad hingga ke Rasul.saw
Allah
berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ
لَكَ بِهِ عِلْمٌ
“janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya” (al-Isra: 36)
ini menunjukan larangan bagi orang awam ketika akan menafsirkan quran tanpa di barengi dengan pengetahuan , yang cukup akan ilmu tafsir
ukuran
kesalehan seorang muslim tidaklah ditunjukkan dengan adanya tanda hitam di
jidat. Kesalehan selalu mengandaikan prilaku, akhlak, dan moralitas yang luhur.
Kendati demikian kami tidak menafikan bahwa ada sebagian orang saleh memiliki
tanda hitam di jidatnya tetapi bukan tanda yang dibuat dengan sengaja tetapi
lebih karena seringnya bersujud.
Tanda hitam di jidat dalam keterangan yang kami ketahui diserupakan dengan tsafinatul ba’ir sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abi Darda` RA yang terdapat dalam kitab an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar karya Ibnul Atsir.
أَنَّهُ رَأَى
رَجُلاً بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلَ ثَفِنَةِ الْبَعِيرِ فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ
هَذَا كَانَ خَيْراً يَعْنِي كَانَ عَلَى جَبْهَتِهِ أَثَرُ السُّجُودِ وَإِنَّمَا
كَرِهَهَا خَوْفاً مِنَ الرِّيَاءِ عَلَيْهِ.
Bahwa beliau melihat seorang laki-laki yang di antara kedua matanya terdapat tanda seperti tsafinatul ba’ir. Lantas beliau berkata, “Seandainya tidak ada ini maka ia lebih baik.” Maksudnya adalah di keningnya ada bekas sujud. Beliau tidak menyukainya karena khawatir hal tersebut menimbulkan riya. (Lihat Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).
Lantas apa makna tsafinatul ba’ir? Sebelum menjelaskan maknanya terlebih dahulu kami akan menyuguhkan penjelasan Ibnul Atsir tentang makna dari kata tsafinah. Menurutnya makna kata tsafinah adalah bagian tubuh yang menempel tanah dari setiap hewan berkaki empat ketika menderum seperti lutut dan selainnya dan terdapat ketebalan sebagai bekas menderum.
اَلثَّفِنَةُ بِكَسْرِ الْفَاءِ مَا وَلِيَ الأَرْضَ مِنْ كُلِّ ذَاتِ اَرْبَعٍ إِذَا بَرَكَتْ كَالرُّكْبَتَيْنِ وَغَيْرِهِمَا وَيَحْصُلُ فِيهِ غِلَطٌ مِنْ أَثَرِ الْبُرُوكِ
“At-Tsafinah dengan di-kasrah huruf fa’-nya adalah bagian tubuh yang menempel tanah dari hewan berkaki empat ketika menderum seperti kedua lutut dan selainnya dan terdapat padanya ketebalan dari bekas menderum”. (Lihat, Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).
Bahwa beliau melihat seorang laki-laki yang di antara kedua matanya terdapat tanda seperti tsafinatul ba’ir. Lantas beliau berkata, “Seandainya tidak ada ini maka ia lebih baik.” Maksudnya adalah di keningnya ada bekas sujud. Beliau tidak menyukainya karena khawatir hal tersebut menimbulkan riya. (Lihat Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).
Lantas apa makna tsafinatul ba’ir? Sebelum menjelaskan maknanya terlebih dahulu kami akan menyuguhkan penjelasan Ibnul Atsir tentang makna dari kata tsafinah. Menurutnya makna kata tsafinah adalah bagian tubuh yang menempel tanah dari setiap hewan berkaki empat ketika menderum seperti lutut dan selainnya dan terdapat ketebalan sebagai bekas menderum.
اَلثَّفِنَةُ بِكَسْرِ الْفَاءِ مَا وَلِيَ الأَرْضَ مِنْ كُلِّ ذَاتِ اَرْبَعٍ إِذَا بَرَكَتْ كَالرُّكْبَتَيْنِ وَغَيْرِهِمَا وَيَحْصُلُ فِيهِ غِلَطٌ مِنْ أَثَرِ الْبُرُوكِ
“At-Tsafinah dengan di-kasrah huruf fa’-nya adalah bagian tubuh yang menempel tanah dari hewan berkaki empat ketika menderum seperti kedua lutut dan selainnya dan terdapat padanya ketebalan dari bekas menderum”. (Lihat, Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).
Dengan
mengacu pada penjelasan Ibnul Atsir, dapat disimpulkan bahwa makna kata tsafinatul
ba’ir adalah bagian tubuh unta yang menempel tanah ketika menderum dan menjadi
tebal sebagai akibat menderumnya.
Di samping itu mengenai tanda hitam di jidat sebagai bekas sujud yan terdapat dalam hadits riwayat Abi Darda` RA di atas ternyata tidak disukai karena dikhawatirkan akan menimbulkan riya pada pemiliknya. Dengan kata lain, jika dalam hatinya ada riya maka tidak diperbolehkan atau haram, karenanya harus dihilangkan.Senada dengan hadits riwayat Abi Darda` ra adalah hadits riwayat Anas bin Malik RA yang menyatakan bahwa Rasulullah saw tidak menyukai seseorang yang memiliki tanda di antara kedua matanya sebagai bekas sujud.
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : إِنِّي لَأَبْغَضُ الرَّجُلَ وَأْكْرَهُهُ إِذَا رَأَيْتُ بَيْنَ عَيْنِيهِ أَثَرُ السُّجُودِ
Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw bersabda, “Sungguh aku marah dan tidak menyukai seorang laki-laki yang ketika aku melihatnya terdapat bekas sujud di antara kedua matanya.” (Lihat, Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Tafsir as-Sirajul Munir, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz, IV, h. 31).
Sedangkan mengenai orang yang secara sengaja membuat tanda hitam di jidat, misalnya ketika ia melakukan sholat bersujud dengan menekan jidat dan menggesekkannya di tempat sujud sehingga menimbulkan tanda hitam di jidat maka jelas tidak dibenarkan. Bahkan al-Biqa`i mengakui adanya sebagian orang-orang yang riya yang dengan sengaja membuat tanda hitam di jidat dari bekas sujud mereka. Padahal itu adalah salah satu identitas orang Khawarij.
وَلَا يُظَنُّ أَنَّ مِنَ السِّيمَا مَا يَصْنَعُهُ بَعْضُ الْمُرَائِينَ مِنْ أَثَرِ هَيْئَةِ السُّجُودِ فِي جَبْهَتِهِ فَإِذًا ذَلِكَ مِنْ سِيمَا الْخَوَارِجِ
“Tak disangka bahwa termasuk tanda bekas sujud adalah tanda bekas sujud di jidat yang sengaja dibuat oleh sebagian orang-orang yang riya. Jika demikian maka itu adalah termasuk identitas atau tanda orang Khawarij”. (Lihat, Burhanuddin Ibrahim bin Umar al-Biqa`i, Nazhmud Durar fi Tanasubil Ayat wal Atsar, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H/1995 M, juz, IIV, h. 216).
Apa yang dikemukakan al-Biqa’i hemat kami sangat menarik. Sebab, pernyataan dia setidaknya menjelaskan kepada kita bahwa salah satu perbuatan yang digandrungi kaum Khawarij adalah membuat tanda hitam di jidat dari bekas sujudnya untuk menunjukkan bahwa mereka adalah ahli ibadah. Perbuatan kaum Khawarij seperti ini tentunya harus kita hindari.
Di samping itu mengenai tanda hitam di jidat sebagai bekas sujud yan terdapat dalam hadits riwayat Abi Darda` RA di atas ternyata tidak disukai karena dikhawatirkan akan menimbulkan riya pada pemiliknya. Dengan kata lain, jika dalam hatinya ada riya maka tidak diperbolehkan atau haram, karenanya harus dihilangkan.Senada dengan hadits riwayat Abi Darda` ra adalah hadits riwayat Anas bin Malik RA yang menyatakan bahwa Rasulullah saw tidak menyukai seseorang yang memiliki tanda di antara kedua matanya sebagai bekas sujud.
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : إِنِّي لَأَبْغَضُ الرَّجُلَ وَأْكْرَهُهُ إِذَا رَأَيْتُ بَيْنَ عَيْنِيهِ أَثَرُ السُّجُودِ
Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw bersabda, “Sungguh aku marah dan tidak menyukai seorang laki-laki yang ketika aku melihatnya terdapat bekas sujud di antara kedua matanya.” (Lihat, Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Tafsir as-Sirajul Munir, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz, IV, h. 31).
Sedangkan mengenai orang yang secara sengaja membuat tanda hitam di jidat, misalnya ketika ia melakukan sholat bersujud dengan menekan jidat dan menggesekkannya di tempat sujud sehingga menimbulkan tanda hitam di jidat maka jelas tidak dibenarkan. Bahkan al-Biqa`i mengakui adanya sebagian orang-orang yang riya yang dengan sengaja membuat tanda hitam di jidat dari bekas sujud mereka. Padahal itu adalah salah satu identitas orang Khawarij.
وَلَا يُظَنُّ أَنَّ مِنَ السِّيمَا مَا يَصْنَعُهُ بَعْضُ الْمُرَائِينَ مِنْ أَثَرِ هَيْئَةِ السُّجُودِ فِي جَبْهَتِهِ فَإِذًا ذَلِكَ مِنْ سِيمَا الْخَوَارِجِ
“Tak disangka bahwa termasuk tanda bekas sujud adalah tanda bekas sujud di jidat yang sengaja dibuat oleh sebagian orang-orang yang riya. Jika demikian maka itu adalah termasuk identitas atau tanda orang Khawarij”. (Lihat, Burhanuddin Ibrahim bin Umar al-Biqa`i, Nazhmud Durar fi Tanasubil Ayat wal Atsar, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H/1995 M, juz, IIV, h. 216).
Apa yang dikemukakan al-Biqa’i hemat kami sangat menarik. Sebab, pernyataan dia setidaknya menjelaskan kepada kita bahwa salah satu perbuatan yang digandrungi kaum Khawarij adalah membuat tanda hitam di jidat dari bekas sujudnya untuk menunjukkan bahwa mereka adalah ahli ibadah. Perbuatan kaum Khawarij seperti ini tentunya harus kita hindari.
Dari
Anas berkata : Ada seorang lelaki pada zaman Rasulullah berperang bersama
Rasulullah dan apabila kembali (dari peperangan) segera turun dari kenderaannya
dan berjalan menuju masjid nabi melakukan shalat dalam waktu yang lama sehingga
kami semua terpesona dengan shalatnya sebab kami merasa shalatnya tersebut
melebihi shalat kami, dan dalam riwayat lain disebutkan kami para sahabat
merasa ta’ajub dengan ibadahnya dan kesungguhannya dalam ibadah, maka kami
ceritakan dan sebutkan namanya kepada Rasulullah, tetapi rasulullah tidak
mengetahuinya, dan kami sifatkan dengan sifat-sifatnya, Rasulullah juga tidak
mengetahuinya, dan tatkala kami sedang menceritakannya lelaki itu muncul dan
kami berkata kepada Rasulullah: Inilah orangnya ya Rasulullah. Rasulullah
bersabda : ”Sesungguhnya kamu menceritakan kepadaku seseorang yang diwajahnya
ada tanduk syetan. Maka datanglah orang tadi berdiri di hadapan sahabat tanpa
memberi salam. Kemudian Rasulullah bertanya kepada orang tersebut : ” Aku
bertanya kepadamu, apakah engkau merasa bahwa tidak ada orang yang lebih baik
daripadamu sewaktu engkau berada dalam suatu majlis. ” Orang itu menjawab:
Benar”. Kemudian dia segera masuk ke dalam masjid dan melakukan shalat dan dalam
riwayat kemudian dia menuju tepi masjid melakukan shalat, maka berkata
Rasulullah: ”Siapakah yang akan dapat membunuh orang tersebut ? ”. Abubakar
segera berdiri menuju kepada orang tersebut, dan tak lama kembali. Rasul
bertanya : Sudahkah engkau bunuh orang tersebut? Abubakar menjawab : ”Saya
tidak dapat membunuhnya sebab dia sedang bersujud ”. Rasul bertanya lagi :
”Siapakah yang akan membunuhnya lagi? ”. Umar bin Khattab berdiri menuju orang
tersebut dan tak lama kembali lagi. Rasul berkata: ”Sudahkah engkau membunuhnya
? Umar menjawab: ”Bagaimana mungkin saya membunuhnya sedangkan dia sedang
sujud”. Rasul berkata lagi ; Siapa yang dapat membunuhnya ?”. Ali segera
berdiri menuju ke tempat orang tersebut, tetapi orang terebut sudah tidak ada
ditempat shalatnya, dan dia kembali ke tempat nabi. Rasul bertanya: Sudahkah
engkau membunuhnya ? Ali menjawab: ”Saya tidak menjumpainya di tempat shalat
dan tidak tahu dimana dia berada. ” Rasulullah saw melanjutkan:
”Sesungungguhnya ini adalah tanduk pertama yang keluar dari umatku, seandainya
engkau membunuhnya, maka tidaklah umatku akan berpecah. Sesungguhnya Bani
Israel berpecah menjadi 71 kelompok, dan umat ini akan terpecah menjadi 72
kelompok, seluruhnya di dalam neraka kecuali satu kelompok ”. Sahabat bertanya
: ” Wahai nabi Allah, kelompk manakah yang satu itu? Rasulullah menjawab : ”Al
Jamaah”. (Musnad Abu Ya’la/ 4127, Majma’ Zawaid/6-229).
Adapaun beberapa pendapat Ulama Wahabi dalam menyikapi tanda hitam di Dahi
Bekas Sujud menurut Syekh Utsaimin rohimahullah.
وسئل فضيلة الشيخ : هل ورد أن العلامة التي يحدثها السجود في الجبهة من علامات الصالحين ؟
Syekh Utsaimin ditanya: Apakah ada keterangan bahwa tanda sujud di dahi (menunjukkan) sebagian dari tanda-tanda orang sholeh?
Beliau menjawab:
ليس هذا من علامات الصالحين ، وانما العلامة هي النور الذي يكون في الوجه ، وانشراح الصدر ، وحسن الخلق ، وما أشبه ذلك .
Itu bukan termasuk bagian dari tanda-tanda orang sholeh, tetapi
(maksud) tanda itu adalah cahaya yang akan nampak di wajah, lapang
dada, berbudi pekerti luhur, dan sebagainya.
أما الأثر الذي
يسبِّبه السجود في الوجه : فقد يظهر في وجوه من لا يصلُّون إلا الفرائض
لرقة الجلد وحساسية عندهم ، وقد لا تظهر في وجه من يصلي كثيراً ويطيل
السجود .
Adapun bekas yang disebabkan sujud di wajah: kadang
muncul di wajah orang-orang yang hanya sholat fardhu saja karena
tipisnya kulit mereka dan sensitif. Kadang malah tidak muncul di wajah
orang-orang yang memperbanyak sholat dan yang memperpanjang sujud.
Sumber:
Majmu' Fatawa wa Rosail Syekh Utsaimin
Majmu' Fatawa wa Rosail Syekh Utsaimin
Jilid 13 hal. 188
Maka dari itu kita harus lebih mewaspadai ketika menilai seseorang yang hanya dari luar nya saja, bukan berarti yang berdahi hitam itu orang shaleh,dan yang dahi nya belum hitam jangan berkecil hati karna merasa bukan orang saleh, kadar ketakwaan seseorang berdasarkan keyakinan hamba dalam memahami ilmu yang telah di sampaikan sehingg cenderung menjadikan didrinya menjadi pribadi yang tawadu tidak riya atau pun sombong (merasa lebih baik dari Orang lain) dan mudah mudahan kita di jauhkan dari sifat hal sedemikian
kiranya hanya ini yang bisa saya tulis mohon maaf bila banyak kekurangan karna,saya merasa tidak lebih baik dari pembaca.
wallahua'lam bisowab