Translate

Selasa, 23 Agustus 2016

Apakah Jidat hitam Tanda bekas Sujud ?



Jidat Hitam

Jidat hitam bukan tanda kesalehan seseorang
Kita sering melihat seorang muslim yang memiliki tanda hitam di dahinya , kita pun bertanya-tanya benarkah tanda hitam di jidat seorang muslim adalah tanda kesholehan yang diberikan oleh allah swt?
Di sebagian masyarakat berpendapat dan yang mengaitkan antara kesholehan seseorang dengan tanda hitam di kening/dahi. sperti dalam Video berikut ini klik
Di antara Dalil yang biasa digunakan kelompok yang selalu memamerkan keimanan mereka lewat jidat hitamnya selalu mengutip ayat berikut ini:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ 
الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

artinya :
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil (QS. Al-Fath: 29).

Banyak orang yang salah paham dengan maksud ayat ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’.

Jika kita membaca dengan benar isi ayat di atas justru menerangkan bahwa tanda kesholehan seseorang itu ada di wajahnya bukan di jidatnya. allah swt tidak menjelaskan lewat ayat di atas bahwa tanda kesholehan seseorang ada di jidatnya dengan tanda hitam bahkan tidak ada satu tafsir Al Quran pun mengatakan bahwa مِنْ أَثَرِ السُّجُود Adalah Tanda Hitam di Dahi

Berikut ini saya tampilkan beberapa penafsiran para ulama islam terdahulu mengenai tanda hitam pada jidat seorang muslim :

1. Ibnu abbas tidak mengartikan JIDAT HITAM adalah bekas sujud.
 Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu serta Al-Hasan dan juga Az-Zuhri. Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bekas itu adalah warna putih bersinar yang nanti memancar di hari kiamat, bagi siapa yang saat di dunia ini banyak melakukan shalat. Jika yang dimaksud dengan tanda hitam itu adalah tanda hitam di kening maka tanda tersebut pasti akan hilang setelah tubuh dikubur.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik"

Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyuan.

Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).

2. Ibnu Umar tidak mengartikan JIDAT HITAM adalah bekas sujud
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)

Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).

Alquran itu tidak dapat difahami kecuali dengan penjelasan hadits hadits nabi dan hadits hadits nabi juga tidak dapat difahami kecuali dengan penjelasan para ulama

Allah berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ

“janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (al-Isra: 36)

Dan ancaman bagi orang yang menafsirkan Al Quran dengan Akal nya ancaman sangat berat seperti yang di sabdakan Nabi.SAW berikut dan para sahabat,r.a

Dalam hadits disebutkan,
وَمَنْ قَالَ فِى الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa berkata tentang Al Qur’an dengan logikanya (semata), maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka” (HR. Tirmidzi no. 2951. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Masruq berkata,
اتقوا التفسير، فإنما هو الرواية عن الله
“Hati-hati dalam menafsirkan (ayat Al Qur’an) karena tafsir adalah riwayat dari Allah.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 16. Disebutkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil dengan sanad yang shahih)
Asy Sya’bi mengatakan,
والله ما من آية إلا وقد سألت عنها، ولكنها الرواية عن الله عز وجل
“Demi Allah, tidaklah satu pun melainkan telah kutanyakan, namun (berhati-hatilah dalam menafsirkan ayat Al Qur’an), karena ayat tersebut adalah riwayat dari Allah.” (Idem. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, sanadnya shahih).
Ibrahim An Nakho’i berkata,
كان أصحابنا يتقون التفسير ويهابونه
“Para sahabat kami begitu takut ketika menafsirkan suatu ayat, kami ditakut-takuti ketika menafsirkan.” (Diriwayatkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil, Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, sanadnya shahih).

 Maka Selaku awam lebih baik bertanya pada pakar nya yaitu ulama yang memehami ilmu tafsir dan bersanad hingga ke Rasul.saw
Allah berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ

“janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (al-Isra: 36)

ini menunjukan larangan bagi orang awam ketika akan menafsirkan quran tanpa di barengi dengan pengetahuan , yang cukup akan ilmu tafsir

ukuran kesalehan seorang muslim tidaklah ditunjukkan dengan adanya tanda hitam di jidat. Kesalehan selalu mengandaikan prilaku, akhlak, dan moralitas yang luhur. Kendati demikian kami tidak menafikan bahwa ada sebagian orang saleh memiliki tanda hitam di jidatnya tetapi bukan tanda yang dibuat dengan sengaja tetapi lebih karena seringnya bersujud.

Tanda hitam di jidat dalam keterangan yang kami ketahui diserupakan dengan tsafinatul ba’ir sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abi Darda` RA yang terdapat dalam kitab an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar karya Ibnul Atsir.

أَنَّهُ رَأَى رَجُلاً بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلَ ثَفِنَةِ الْبَعِيرِ فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا كَانَ خَيْراً يَعْنِي كَانَ عَلَى جَبْهَتِهِ أَثَرُ السُّجُودِ وَإِنَّمَا كَرِهَهَا خَوْفاً مِنَ الرِّيَاءِ عَلَيْهِ.

Bahwa beliau melihat seorang laki-laki yang di antara kedua matanya terdapat tanda seperti tsafinatul ba’ir. Lantas beliau berkata, “Seandainya tidak ada ini maka ia lebih baik.” Maksudnya adalah di keningnya ada bekas sujud. Beliau tidak menyukainya karena khawatir hal tersebut menimbulkan riya. (Lihat Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).

Lantas apa makna tsafinatul ba’ir? Sebelum menjelaskan maknanya terlebih dahulu kami akan menyuguhkan penjelasan Ibnul Atsir tentang makna dari kata tsafinah. Menurutnya makna kata tsafinah adalah bagian tubuh yang menempel tanah dari setiap hewan berkaki empat ketika menderum seperti lutut dan selainnya dan terdapat ketebalan sebagai bekas menderum.

اَلثَّفِنَةُ بِكَسْرِ الْفَاءِ مَا وَلِيَ الأَرْضَ مِنْ كُلِّ ذَاتِ اَرْبَعٍ إِذَا بَرَكَتْ كَالرُّكْبَتَيْنِ وَغَيْرِهِمَا وَيَحْصُلُ فِيهِ غِلَطٌ مِنْ أَثَرِ الْبُرُوكِ

“At-Tsafinah dengan di-kasrah huruf fa’-nya adalah bagian tubuh yang menempel tanah dari hewan berkaki empat ketika menderum seperti kedua lutut dan selainnya dan terdapat padanya ketebalan dari bekas menderum”. (Lihat, Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).
Dengan mengacu pada penjelasan Ibnul Atsir, dapat disimpulkan bahwa makna kata tsafinatul ba’ir adalah bagian tubuh unta yang menempel tanah ketika menderum dan menjadi tebal sebagai akibat menderumnya.

Di samping itu mengenai tanda hitam di jidat sebagai bekas sujud yan terdapat dalam hadits riwayat Abi Darda` RA di atas ternyata tidak disukai karena dikhawatirkan akan menimbulkan riya pada pemiliknya. Dengan kata lain, jika dalam hatinya ada riya maka tidak diperbolehkan atau haram, karenanya harus dihilangkan.Senada dengan hadits riwayat Abi Darda` ra adalah hadits riwayat Anas bin Malik RA yang menyatakan bahwa Rasulullah saw tidak menyukai seseorang yang memiliki tanda di antara kedua matanya sebagai bekas sujud.

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : إِنِّي لَأَبْغَضُ الرَّجُلَ وَأْكْرَهُهُ إِذَا رَأَيْتُ بَيْنَ عَيْنِيهِ أَثَرُ السُّجُودِ

Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw bersabda, “Sungguh aku marah dan tidak menyukai seorang laki-laki yang ketika aku melihatnya terdapat bekas sujud di antara kedua matanya.” (Lihat, Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Tafsir as-Sirajul Munir, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz, IV, h. 31).

Sedangkan mengenai orang yang secara sengaja membuat tanda hitam di jidat, misalnya ketika ia melakukan sholat bersujud dengan menekan jidat dan menggesekkannya di tempat sujud sehingga menimbulkan tanda hitam di jidat maka jelas tidak dibenarkan. Bahkan al-Biqa`i mengakui adanya sebagian orang-orang yang riya yang dengan sengaja membuat tanda hitam di jidat dari bekas sujud mereka. Padahal itu adalah salah satu identitas orang Khawarij.

وَلَا يُظَنُّ أَنَّ مِنَ السِّيمَا مَا يَصْنَعُهُ بَعْضُ الْمُرَائِينَ مِنْ أَثَرِ هَيْئَةِ السُّجُودِ فِي جَبْهَتِهِ فَإِذًا ذَلِكَ مِنْ سِيمَا الْخَوَارِجِ

“Tak disangka bahwa termasuk tanda bekas sujud adalah tanda bekas sujud di jidat yang sengaja dibuat oleh sebagian orang-orang yang riya. Jika demikian maka itu adalah termasuk identitas atau tanda orang Khawarij”. (Lihat, Burhanuddin Ibrahim bin Umar al-Biqa`i, Nazhmud Durar fi Tanasubil Ayat wal Atsar, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H/1995 M, juz, IIV, h. 216).

Apa yang dikemukakan al-Biqa’i hemat kami sangat menarik. Sebab, pernyataan dia setidaknya menjelaskan kepada kita bahwa salah satu perbuatan yang digandrungi kaum Khawarij adalah membuat tanda hitam di jidat dari bekas sujudnya untuk menunjukkan bahwa mereka adalah ahli ibadah. Perbuatan kaum Khawarij seperti ini tentunya harus kita hindari.

 
Dari Anas berkata : Ada seorang lelaki pada zaman Rasulullah berperang bersama Rasulullah dan apabila kembali (dari peperangan) segera turun dari kenderaannya dan berjalan menuju masjid nabi melakukan shalat dalam waktu yang lama sehingga kami semua terpesona dengan shalatnya sebab kami merasa shalatnya tersebut melebihi shalat kami, dan dalam riwayat lain disebutkan kami para sahabat merasa ta’ajub dengan ibadahnya dan kesungguhannya dalam ibadah, maka kami ceritakan dan sebutkan namanya kepada Rasulullah, tetapi rasulullah tidak mengetahuinya, dan kami sifatkan dengan sifat-sifatnya, Rasulullah juga tidak mengetahuinya, dan tatkala kami sedang menceritakannya lelaki itu muncul dan kami berkata kepada Rasulullah: Inilah orangnya ya Rasulullah. Rasulullah bersabda : ”Sesungguhnya kamu menceritakan kepadaku seseorang yang diwajahnya ada tanduk syetan. Maka datanglah orang tadi berdiri di hadapan sahabat tanpa memberi salam. Kemudian Rasulullah bertanya kepada orang tersebut : ” Aku bertanya kepadamu, apakah engkau merasa bahwa tidak ada orang yang lebih baik daripadamu sewaktu engkau berada dalam suatu majlis. ” Orang itu menjawab: Benar”. Kemudian dia segera masuk ke dalam masjid dan melakukan shalat dan dalam riwayat kemudian dia menuju tepi masjid melakukan shalat, maka berkata Rasulullah: ”Siapakah yang akan dapat membunuh orang tersebut ? ”. Abubakar segera berdiri menuju kepada orang tersebut, dan tak lama kembali. Rasul bertanya : Sudahkah engkau bunuh orang tersebut? Abubakar menjawab : ”Saya tidak dapat membunuhnya sebab dia sedang bersujud ”. Rasul bertanya lagi : ”Siapakah yang akan membunuhnya lagi? ”. Umar bin Khattab berdiri menuju orang tersebut dan tak lama kembali lagi. Rasul berkata: ”Sudahkah engkau membunuhnya ? Umar menjawab: ”Bagaimana mungkin saya membunuhnya sedangkan dia sedang sujud”. Rasul berkata lagi ; Siapa yang dapat membunuhnya ?”. Ali segera berdiri menuju ke tempat orang tersebut, tetapi orang terebut sudah tidak ada ditempat shalatnya, dan dia kembali ke tempat nabi. Rasul bertanya: Sudahkah engkau membunuhnya ? Ali menjawab: ”Saya tidak menjumpainya di tempat shalat dan tidak tahu dimana dia berada. ” Rasulullah saw melanjutkan: ”Sesungungguhnya ini adalah tanduk pertama yang keluar dari umatku, seandainya engkau membunuhnya, maka tidaklah umatku akan berpecah. Sesungguhnya Bani Israel berpecah menjadi 71 kelompok, dan umat ini akan terpecah menjadi 72 kelompok, seluruhnya di dalam neraka kecuali satu kelompok ”. Sahabat bertanya : ” Wahai nabi Allah, kelompk manakah yang satu itu? Rasulullah menjawab : ”Al Jamaah”. (Musnad Abu Ya’la/ 4127, Majma’ Zawaid/6-229).

Adapaun beberapa pendapat Ulama Wahabi dalam menyikapi tanda hitam di Dahi
Bekas Sujud menurut Syekh Utsaimin rohimahullah.

وسئل فضيلة الشيخ : هل ورد أن العلامة التي يحدثها السجود في الجبهة من علامات الصالحين ؟
Syekh Utsaimin ditanya: Apakah ada keterangan bahwa tanda sujud di dahi (menunjukkan) sebagian dari tanda-tanda orang sholeh?

فأجاب :
Beliau menjawab:
ليس هذا من علامات الصالحين ، وانما العلامة هي النور الذي يكون في الوجه ، وانشراح الصدر ، وحسن الخلق ، وما أشبه ذلك .

Itu bukan termasuk bagian dari tanda-tanda orang sholeh, tetapi (maksud) tanda itu adalah cahaya yang akan nampak di wajah, lapang dada, berbudi pekerti luhur, dan sebagainya.

أما الأثر الذي يسبِّبه السجود في الوجه : فقد يظهر في وجوه من لا يصلُّون إلا الفرائض لرقة الجلد وحساسية عندهم ، وقد لا تظهر في وجه من يصلي كثيراً ويطيل السجود .
Adapun bekas yang disebabkan sujud di wajah: kadang muncul di wajah orang-orang yang hanya sholat fardhu saja karena tipisnya kulit mereka dan sensitif. Kadang malah tidak muncul di wajah orang-orang yang memperbanyak sholat dan yang memperpanjang sujud.
Sumber:
Majmu' Fatawa wa Rosail Syekh Utsaimin
Jilid 13 hal. 188
Maka dari itu kita harus lebih mewaspadai ketika menilai seseorang yang hanya dari luar nya saja, bukan berarti yang berdahi hitam itu orang shaleh,dan yang dahi nya belum hitam jangan berkecil hati karna merasa bukan orang saleh, kadar ketakwaan seseorang berdasarkan keyakinan hamba dalam memahami ilmu yang telah di sampaikan sehingg cenderung menjadikan didrinya menjadi pribadi yang tawadu tidak riya atau pun sombong (merasa lebih baik dari Orang lain) dan mudah mudahan kita di jauhkan dari sifat hal sedemikian
kiranya hanya ini yang bisa saya tulis mohon maaf bila banyak kekurangan karna,saya merasa tidak lebih baik dari pembaca. 

wallahua'lam bisowab